MANIFESTO POLITIK PEREMPUAN
HARI KEBANGKITAN PEREMPUAN INDONESIA
PEREMPUAN MERUWAT NEGERI, 22 DESEMBER 2019
​
Politik akomodasi yang saat ini dijalankan pemerintahan Jokowi dalam berbagai manifestasinya, di saat kekuatan-kekuatan ekstrem kanan, rasis, seksis dan serakah, yang bertameng aparat keamanan menyatu, membuat kami para perempuan geram.
Berbagai masalah bangsa menjadi perhatian kami, Aliansi Perempuan Bangkit Menggugat. Utang negara yang semakin besar, dan mayoritas diperuntukan pada pembangunan fisik bangsa, mengakibatkan anggaran negara untuk kesejahteraan dan pendidikan rakyat tidak menjadi prioritas, dan bahkan sebaliknya berdampak pada berkurangnya kesejahteraan rakyat terkhusus perempuan. Perempuan di daerah marjinal terpaksa mencari hidup jauh dari rumah meskipun berisiko terhadap ancaman menjadi budak di negeri orang dan modus trafficking.
Kuasa modal yang difasilitasi pemerintah telah menyebabkan penderitaan rakyat di banyak lapangan: perampasan tanah dan penggusuran paksa perumahan rakyat, ladang bertani/berkebun; penghancuran alam termasuk hilangnya wilayah kelola perempuan adat dan pengetahuanya, sistem outsource perburuhan; toleransi dan kebebasan beragama yang menyempit; peradilan yang jauh dari rasa keadilan; perlindungan yang kurang terhadap kelompok perempuan, anak, penyandang disabilitas, masyarakat adat, petani dan buruh tani serta kelompok minoritas lainnya. Kuasa modal ini tidak hanya tercermin di dalam arah kebijakan pemerintah tetapi juga aktifnya pemerintah di dalam perundingan perdagangan dan investasi internasional. Hal ini menunjukkan bahwa sistem yang berjalan merupakan akibat dari kebijakan politik ekonomi global, yang bertumpu pada kepentingan modal sebagai sebuah system tunggal yang dipenetrasi dalam berbagai tempat, termasuk Indonesia. Fundamentalisme pasar yang demikian, tidak hanya menghasilkan pemiskinan, tetapi juga tercerabutnya kedaulatan perempuan atas pengetahuan, kearifan lokal dan sumber-sumber kehidupannya. Semua ini menunjukkan bahwa upaya peningkatan kesejahteraan dan kebahagiaan hidup rakyat tidak dipayungi oleh perspektif rasa aman, keadilan sosial, keadilan gender, dan keadilan ekologis.
Harapan rakyat sejak Nawacita 1 dan kemudian Nawacita 2, yang bertujuan memutus mata rantai impunitas kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu serta pencanangan revolusi mental untuk mengatasi masalah-masalah krusial dan traumatik bangsa menjadi fatamorgana belaka. Alih-alih mengatasi berbagai beban masa lalu tersebut, pemerintahan Jokowi telah memberangus hak-hak politik rakyat lewat implementasi UU ITE; penerapan pasal makar; pengontrolan kehidupan pribadi warga; ditebarkannya rasa takut lewat tuduhan radikalisme dan dihidupkannya kebohongan tentang bahaya laten PKI; pelemahan KPK lewat pencabutan kewenangan pimpinan KPK dalam melakukan cara-cara ekstraordiner untuk menimbulkan efek jera.
Oligarki telah pula membuka ruang untuk kelompok elite, melalui lembaga-lembaga legislatif untuk merevisi Undang-Undang Dasar dengan menghapus sistem pemilihan langsung, memperpanjang masa jabatan presiden, serta menghidupkan kembali GBHN yang adalah produk Orde Baru. Semua itu jelas akan mengebiri partisipasi politik rakyat dan kendali rakyat atas pengelolaan kehidupan berbangsa dan bernegara.
TEKAD KAMI
Menanggapi berbagai permasalahan struktural di atas, kami para perempuan kelompok perempuan lintas kelas, lintas generasi, lintas batas agama dan keyakinan, lintas suku, dan lintas identitas gender, dari mulai yang berprofesi pengelola rumah tangga sampai ke berbagai profesi lainnya, memutuskan sudah saatnya kami, perempuan sebagai ibu budaya bangsa, berbicara dan mengoreksi.
Kami bertekad untuk bahu membahu dengan kekuatan rakyat dan masyarakat sipil lainnya mendorong dan memaksa perubahan atas kebijakan-kebijakan penguasa agar membawa bangsa Indonesia kepada masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, mencintai keberagaman dan berkeadilan berdasarkan Pancasila.
​
TUNTUTAN KAMI
Pemerintahan Presiden Jokowi, bersama
dengan lembaga legislatif dan yudikatif serta lembaga-lembaga terkait untuk:
Pertama, menumbuhkan kembali harapan dan kepercayaan rakyat dengan cara:
· menghentikan praktek oligarki dan politik dinasti;
· menjamin agar amandemen UUD 1945—yang dilakukan hanya demi kepentingan elite dan oligarki—tidak terlaksana
Kedua, mengoreksi paradigma, arah dan kebijakan pembangunan agar berkelanjutan, inklusif, tidak menggusur paksa dan berkeadilan termasuk berkeadilan gender, sosial dan ekologis, serta tidak hanya mengutamakan capaian material fisik belaka dengan cara:
· melaksanakan Reforma Agraria secara konsisten dan menyeluruh, termasuk menyelesaikan konflik agraria sebagai upaya pemenuhan dan perlindungan hak-hak konstitusional rakyat, khususnya bagi kelompok masyarakat yang selama ini mengalami ketidakadilan dalam struktur agraria, yaitu petani, buruh tani, masyarakat miskin di pedesaan dan perkotaan, serta mengembalikan wilayah adat kepada masyarakat adat. Reforma Agraria harus diartikan sebagai upaya Negara melakukan penataan ulang penguasaan dan pemilikan tanah melalui redistribusi dan pengelolaan sumber-sumber agraria yang berkeadilan sosial dan ekologis, disertai penguatan ekonomi dan pangan kerakyatan;
· memastikan pemenuhan hak atas hunian layak bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali dan secara minimum memenuhi prinsip keamanan bermukim, ketersediaan layanan, sarana-prasarana dan infrastruktur yang cukup, keterjangkauan harga/biaya, dapat diakses oleh semua dan tanpa terkecuali, lokasi yang layak, kelayakan kepenghunian, dan menghormati konteks budaya;
Ketiga, memastikan pembangunan yang menumbuhkan dan menguatkan kualitas hidup manusia yang saat ini justru menjadi titik lemah bangsa Indonesia, dan membuat rakyat dan bangsa mampu merespons perubahan cepat di zaman ini, dengan cara:
· memastikan hak rakyat atas air bersih, dengan semua turunan untuk pelaksanaannya. Menghentikan kebijakan salah privatisasi air yang telah menyengsarakan rakyat, khususnya perempuan miskin; dan memulihkan sumber air yang telah dirusak atau dicemari;
· memperbaiki program pelayanan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi perempuan, yang telah dilaksanakan oleh BPJS yang semakin lama semakin tidak efektif dan merugikan rakyat, serta memperkuat pelayanan yang inklusif dan bersifat preventif, tidak hanya kuratif dan memastikan tidak terjadinya kriminalisasi atas praktek pengetahuan kesehatan masyarakat adat;
· memastikan dilaksanakannya langkah-langkah konkrit untuk mewujudkan amanat pasal-pasal yang tercantum dalam UUD 1945, yaitu Bab X tentang Warga Negara dan Penduduk; Bab XA tentang Hak Asasi Manusia; Bab XIII tentang Pendidikan dan Kebudayaan dan Bab XIV tentang Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial.
· memprioritaskan pendidikan yang memperkuat kreativitas, daya kritis, kemandirian, berperspektif gender dan hak asasi manusia;
· pemenuhan hak fundamental kelompok marjinal, rentan, dan minoritas sebagaimana dijamin dalam UUD 1945, termasuk jaminan lapangan kerja bagi penyandang disabilitas;
Keempat, menjamin hak-hak perempuan, para buruh termasuk buruh perempuan, petani, buruh tani, masyarakat adat dan kelompok marjinal, dengan cara:
· mensahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dan RUU Masyarakat Adat menjadi undang-undang.
· Memastikan kebijakan dan undang-undang yang menjamin tersedianya kerja layak, upah layak, tanpa sistem kontrak, outsource dan diskriminasi.
· mengakui kontribusi ekonomi perempuan terhadap negara melalui upaya-upaya kegiatan ekonomi formal maupun informal untuk kelangsungan kehidupan rakyat/ masyarakat. Oleh karenanya akses perlu dibuka seluas-luasnya bagi perempuan agar dapat mengaktualisakan usaha-usaha tersebut.
· memastikan dihentikannya kriminalisasi terhadap pejuang perempuan, petani dan masyarakat adat yang memperjuangkan hak-hak atas tanah, termasuk perlindungan dari cara-cara kekerasan dalam penanganan konflik agraria atau konflik apapun sebagai bagian dari perlindungan lengkap untuk Perempuan Pembela HAM atau Women Human Rights Defenderdalam memperjuangkan isu di daerahnya masing-masing.
Kelima, menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, yaitu: Tragedi Semanggi I – Semanggi II – Trisakti, Kerusuhan 13-15 Mei 1998, Penghilangan Paksa Talangsari, Tanjung Priok, dan 1965 sesuai mekanisme yang diatur dalam UU 26/2000 tentang pengadilan HAM.
Semua hal ini menuntut diperkuatnya posisi dan peran sosial politik budaya dan ekonomi perempuan. Kebijakan dan program pemerintah haruslah memprioritaskan posisi dan peran perempuan tersebut, sebagaimana telah diamanatkan oleh Kongres Perkumpulan Perempuan Indonesia tanggal 22 Desember 1928.
#PerempuanBangkit
#PerempuanMenggugat
Jakarta, 22 Desember 2019
DAFTAR NAMA INDIVIDU dan/atau NAMA ORGANISASI
Individu
1. Ansi Rihi Dara
2. Amalia Nur Indah Sari
3. Amalinda S
4. Anita Dhewy
5. Asfinawati
6. Astrid Puspitasari
7. Ayut Enggeliah Entoh
8. Badib Fahmia
9. Benita Nastami
10. Bunga Pelangi
11. Caroline J. Monteiro / Olin
12. Damairia Pakpahan
13. Dea Safira
14. Dewi Kartika
15. Dewi Nova
16. Dewita Hayu Shinta
17. Dian Islamiati Fatwa
18. Dian Septi Trisnanti
19. Difa Shafira
20. Dolorosa Sinaga
21. Eni Rochayati
22. Elisa Sutanudjaja
23. Ernawati
24. Evie Permata Sari
25. Fajar Adi Nugroho
26. Frenia Nababan
27. Giska Pramesti
28. Herlily
29. Inda Fatinaware
30. Ika Ayu
31. Ika Ardina
32. Inne Sri B. Rifayantina
33. Irawita
34. Julia Siswaningsih
35. Kasmawati
36. Khalisah Khalid
37. Krisnasari Yudhanti
38. Mardiyah Chamim
39. Meilda Pandiangan
40. Melanie Subono
41. Melia Haruko Pramanik
42. Mike Verawati
43. Nabila Nurfatkhiyah
44. Nia Oy
45. Nur Hidayati
46. Nurillah Achmad
47. Nursyahbani Katjasungkana
48. Nuryanti Dewi
49. Putri Minangsari
50. Rahmawati Putri
51. Raden rara Ayu Hermawati Sasongko
52. Reni Andriani
53. Sita Aripurnami
54. Syahar Banu
55. Syarifah Amman
56. Tia Pamungkas
57. Triana Komalasari
58. Usman Hamid
59. Valentina Sagala
60. Wardah Hafidz
61. Yati Andriyani
62. Yuyun Wahyuningrum
63. Zubaidah Djohar
Organisasi
1. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN)
2. Amnesty Internasional Indonesia
3. Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
4. API Kartini
5. Asosiasi Seni Kreasi Perempuan (ArtsforWomen)
6. Institut Perempuan
7. Jala PRT
8. Jaringan Perempuan Yogya
9. Jaringan Rakyat Miskin Kota
10. JERAMI
11. Komunitas Mama Berkebaya
12. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia
13. KontraS
14. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA)
15. LBH Jakarta
16. LBH APIK Jakarta
17. LBH APIK Kalimantan Timur
18. LBH APIK NTB
19. LBH APIK NTT
20. LBH APIK Semarang
21. Lintas Feminis Jakarta/ Jakarta Feminist
22. PEREMPUAN AMAN
23. PKBI
24. PPMAN
25. PWAG Indonesia/ Jaringan Perempuan Perdamaian
26. Radio Marsinah
27. RUJAK Centre for Urban Studies
28. Sapu Lidi
29. Sawit Watch
30. Seknas APIK
31. Seni Berlawan Perempuan (SBP)
32. Seperti Pagi Foundation
33. Solidaritas Perempuan
34. Urban Poor Consortium (UPC)
35. WALHI
36. Women Research Institut (WRI)
37. Yap Thiam Hien Foundation
38. YLBHI
Kontak Person Olin : olinwork2017@gmail.com